BPMA Dorong Kontraktor KKS Utamakan Tenaga kerja Lokal

BANDA ACEH – BPMA menghadiri kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang penguatan Keahlian Tenaga Kerja dan Peluang Pasar kerja tahun 2019 di Aceh yang diadakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA) Aceh pada hari Sabtu (1/9/2018). Kegiatan ini ikut dihadiri oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Mobilitas Penduduk Aceh, Direktur Carier Development Centre (CDC) Unsyiah, Ketua Forum Komite Kelembagaan Pelatihan Industri (FKLPI), Ketua Komite Akreditasi Lembaga Pelatihan (KALPK), dan Direktur Politeknik Aceh.

Deputi Bidang Internal BPMA, Ir Husaini MT dalam paparannya, menjelaskan bahwa BPMA saat ini sudah merekrut 53 orang pegawai, dan telah aktif berkantor di Aceh semenjak Juli 2018, setelah sebelumnya sejak April 2015 hanya ada Kepala BPMA yang dilantik oleh menteri ESDM, Sudirman Said, tanpa ada staf. Selama proses pembentukan BPMA, juga didukung oleh Azhari Idris, perwakilan dari SKK Migas yang saat ini telah menjadi Plt. Kepala BPMA menggantikan Marzuki Daham yang semenjak 27 Juli 2018 telah memasuki usia pensiun.

Lebih lanjut Husaini, memaparkan kepada pihak Bapeda bahwa saat ini terdapat 11 Wilayah Kerja Migas di Aceh, yaitu Krueng Mane, B Block Onshore North Sumatera, North Sumatera Offshore, Pasee Block, Lhokseumawe, East Seruway, South Block A, West Glagah Kambuna, Andaman III, Seruway, dan ditambah wilayah kerja Pertamina yang dioperasikan oleh 12 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Dengan adanya KKKS ini tentu akan mendorong terserapnya tenaga kerja lokal akibat dari kegiatan ekplorasi dan produksi yang dilakukan oleh KKKS. Artinya kehadiran industri migas di Aceh akan ikut berkontribusi pada pengurangan pengangguran dan peningkatan pendapatan asli daerah dari Migas. Misalnya Repsol yang berencana melakukan kegiatan ekplorasi pada tahun 2019 membutuhkan tenaga kerja yang profesional yang memiliki kompetensi di bidang migas, dimana BPMA akan meminta pihak Repsol untuk mengutamakan tenaga lokal, sehingga ke depan perlu ada sinergisitas dengan dinas terkait untuk penyiapan pelatihan atau sertifikasi yang dibutuhkan.

Husaini juga mengatakan bahwa untuk menjadikan tenaga kerja lokal Aceh siap diserap oleh industri migas, pemerintah daerah perlu mempersiapkan keahlian yang bersifat soft skill (karakter) dan hard skill (kualifikasi khusus dibidang tertentu) yang sesuai dengan permintaan industri migas yang membutuhkan keahlian khusus dan high technology, agar tenaga kerja lokal mampu bersaing dengan pekerja yang berasal dari luar daerah.

Pihak Bapeda, Aswar sebagai fasilitator FGD meminta BPMA agar mampu mensinergikan kebutuhan tenaga kerja di Aceh dengan kebutuhan pihak KKKS. Sementara itu, Direktur CDC Unsyiah, Dr Ramzi Adriman mengatakan bahwa pihaknya akan membantu sebagai agensi penghubung tenaga kerja dengan dunia industri berdasarkan level pendidikan, soft skill, dan hard skill, apalagi ditengah arus disruption yang melanda ketenagakerjaan, dimana persaingan di dunia kerja semakin ketat dan keberadaan Information Technology (IT) menjadi sangat penting.

Pada sesi pemaparan Kepala Dinas ketenagakerjaan dan Mobilitas Penduduk, Elvizar Ibrahim mengatakan bahwa perlu ada revolusi untuk merubah sistem pelatihan dan pembekalan bagi calon tenaga kerja dengan menyesuaikan jenis pelatihan berdasarkan kebutuhan industri, jadi tidak hanya jenis pelatihan yang umum, tapi spesifik dan memang dibutukan, serta tidak hanya mengejar output kegiatan, tapi juga mengejar kualitas dari kegiatan pembekalan ketenagakerjaan tersebut sehingga pihak BPMA perlu menyediakan daftar kebutuhan keahlian dan sertifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaannya, sehingga pihak dinas bisa mempersiapkan jenis pelatihan yang akan dibuat.